TENTANGnews - Kata Minangkabau mempunyai banyak arti. Merujuk kepada penelitian kesejarahan, beberapa ilmuan telah mengemukakan pendapatnya tentang asal kata Minangkabau antara lain :
Purbacaraka
(dalam buku Riwayat Indonesia I) Minangkabau berasal dari kata Minanga Kabawa atau Minanga Tamwan yang maksudnya adalah daerah-daerah disekitar pertemuan dua sungai; Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Hal ini dikaitkannya dengan adanya candi Muara Takus yang didirikan abad ke 12.
Van der Tuuk
Mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Phinang Khabu yang artinya tanah asal.
Sutan Mhd Zain
Mengatakan kata Minangkabau berasal dari Binanga Kamvar maksudnya muara Batang Kampar.
M.Hussein Naimar
Mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Menon Khabu yang artinya tanah pangkal, tanah yang mulya.
Slamet Mulyana
Mengatakan kata Minangkabau berasal dari kata Minang Kabau. Artinya, daerah-daerah yang berada disekitar pinggiran sungai-sungai yang ditumbuhi batang kabau.
Dari berbagai pendapat itu dapat disimpulkan bahwa Minangkabau itu adalah suatu wilayah yang berada di sekitar muara sungai yang didiami oleh orang Minangkabau.
Namun dari Tambo, kata Minangkabau berasal dari kata "Manang Kabau". Menang dalam adu kerbau antara kerbau yang dibawa oleh tentara Majapahit dari Jawa dengan kerbau orang Minang.
Berikut riwayat Tambo
Kata ‘Minangkabau’ dahulunya berasal dari kata ‘Minang’ yang berarti Menang dan ‘Kabau’ yang mempunyai arti Kerbau. Jika kedua kata itu digabungkan menjadi Minangkabau, mempunyai arti kerbau yang menang. Alkisah zaman dahulu sekitar 300 orang bala tentara dari Pulau Jawa mendarat di pantai barat Pulau Sumatra. Mereka menggunakan empat kapal besar, dan bersenjata lengkap menyampaikan maksud kedatangan agar orang-orang di pantai barat ini mengakui kedaulatan raja di Pulau Jawa. Bila mereka tak mau tunduk maka akan dipaksa untuk takluk dengan melakukan penyerangan. “Hai kalian semua, kalian harus percaya dan patuh atas perintah raja di pulau Jawa, kalau tidak mau patuh, kalian terpaksa kami serang,” seru pimpinan rombongan dari Pulau Jawa kepada penduduk yang baru saja didatanginya.
Mereka tak mau ditaklukkan, tapi tak juga bisa mengabaikan ancaman tersebut, kalaupun dilawan jelas akan kalah, karena mereka tak punya senjata lengkap seperti halnya tentara dari Pulau Jawa. Lagipula mereka tak biasa berperang. Kepandaian mereka hanyalah menangkap ikan di laut, sebagai nelayan, dan sebagian bertani dengan menggunakan hewan ternak kerbau. Lalu Pimpinan masyarakat di pantai barat Sumatera ini berunding dengan segenap pimpinan adat lainnya. Balai adat tempat pertemuan diadakan sudah ramai dengan penduduk. Tampak para pimpinan adat memakai pakaian hitam, sementara penduduk juga tak sabar mendengar apa keputusan yang akan diambil dengan ancaman akan ditaklukan itu.
Datuak Mantiko Sati, pimpinan rapat itu memulai pembicaraan untuk mencari jalan keluar agar tentara jawa bisa pergi tanpa harus ada korban perang. Ada yang mengusulkan agar mereka lawan saja dengan mengerahkan semua penduduk laki-laki dan perempuan dewasa. “Asal tidak menyerah sebelum kalah, itu lebih baik”, terdengar suara seorang pendekar. Setelah beberapa usulan dan perdebatan akhirnya muncul kesepakatan untuk mengadakan lomba adu Kerbau, Kerbau siapa yang menang, itulah yang berhak akan berkuasa.
Akhirnya usul ini disampaikan kepada pimpinan tentara Jawa. “Kita akan adakan lomba adu Kerbau, bila Kerbau kalian yang menang maka silahkan kuasai negeri ini, tapi bila Kerbau kalian yang kalah, maka silahkan angkat kaki dari sini,” kata Datuak Mantiko Sati kepada pimpinan tentara Jawa. Mereka setuju, lalu menyiapkan Kerbau besar jantan yang kuat demi memenangkan lomba.
Mengetahui pihak Jawa menyiapkan Kerbau besar dan ganas, kembali masyarakat di wilayah barat Pulau Sumatera ini berunding lagi. Mereka khawatir akan kalah karena tahu Kerbau besar dan kuat sudah dipersiapkan pihak tentara Jawa. “Tidak perlu cemas, kita cukup persiapkan anak Kerbau yang masih menyusu saja. Tapi sebelumnya kita pisahkan anak Kerbau itu dari induknya selama dua hari sebelum waktu lomba mulai. Lalu ditelinga anak kerbau itu disisipkan pisau belati kecil yang tajam,” kata Cati Bilang Pandai, mengusulkan persiapan lomba.
Awalnya banyak peserta rapat yang tidak setuju dengan usulan Cati Bilang Pandai, tapi kemudian mereka percaya, termasuk Datuak Mantiko Sati menuruti apa yang disampaikan Cati Bilang pandai, memisahkan anak Kerbau dari induknya dan memasang pisau belati di telinga kanan anak Kerbau itu.
Tepat pada hari yang ditentukan, lomba adu kerbau dilaksanakan dilapangan terbuka di depan gedung balai adat. Orang berduyun-duyun datang ke lapangan, mereka berkumpul dan berkelompok tak sabar menyaksikan lomba adu Kerbau dan ingin tahu siapa yang jadi pemenangnya.
Saat adu telah dimulai, menyangka Kerbau besar itu adalah induknya, anak kerbau langsung merunduk menuju ke perut kerbau besar. Maklum ia kehausan karena sudah hampir dua hari tidak bertemu dengan susu induknya. Sampai dibawah perut kerbau besar, kerbau kecil tetap tak henti bergerak.
Di tengah lapangan, tampak banyak darah menggumpal dan tak lama kemudian Kerbau besar jatuh terguling, sementara anak kerbau tetap ingin menyusu. Ia tak menyadari kalau kerbau yang disangka induk itu sudah roboh, tapi tetap saja menanduk-nanduk ke arah perut Kerbau besar.
Sesaat semua penonton terpana melihat kejadian singkat itu, tapi kemudian terdengar sorakan ditengah keramaian “Manang kabau..!” “manang kabau..!” “manang kabau..!” Lalu orang banyak juga bersorak hal yang sama dan melonjak kegirangan.
Segera Datuak Mantiko Sati, mewakili orang ramai bergerak menuju tempat duduk pimpinan tentara Jawa sembari berseru, “Kalian telah lihat yang menang adalah Kerbau kami, sesuai perjanjian sekarang kalian boleh angkat kaki dari negeri ini,” katanya kepada tentara pimpinan Jawa. Dengan tertunduk lemas pimpinan dan rombongan tentara jawa bergerak menuju pelabuhan dan berlayar meninggalkan daerah pantai barat sumatera. Sejak itulah daerah tersebut kemudian lebih dikenal dengan nama MINANGKABAU.
Post a Comment